Postingan

Menampilkan postingan dari Januari 5, 2020

BENARKAH NABI MUHAMMAD SAW TIDAK DAPAT MEMBACA?

Gambar
BENARKAH NABI MUHAMMAD SAW TIDAK DAPAT MEMBACA (Sebuah Rekonstruksi Makna Ummi Dalam Perspektif Al Qur'an) Oleh Imaduddin Utsman Nabi Muhammad adalah Nabi yang ummi. Demikianlah kalimat yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Allah menjelaskan tentang orang-orang yang mengikuti “Nabi yang ummi” yang berita tentangnya telah tercatat didalam kitab Taurat dan Injil yang memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari yang munkar (Al-A’raaf 157). Di ayat selanjutnya Allah perintahkan manusia untuk mengimani Allah dan rasul-Nya yaitu “Nabi yang ummi” (Al-A’raf 158). Makna ummi, seperti telah popular ditengah umat islam, mempunyai arti “man laa yaqra’u wa laa yaktubu”,  orang yang tidak dapat membaca dan menulis. Setidaknya demikianlah penafsiran para pakar tafsir seperti Imam Al-Qurtubi, Imam Ibnu Katsir dan sebagainya yang penjelasan mereka itu dapat kita baca dalam kitab tafsir mereka ketika menafsiri dua ayat di atas. Selain makna tidak dapat membaca dan menulis, kalimat ummi ju

MEWASPADAI PENCERAMAH AKHIR ZAMAN

Gambar
Oleh imaduddin Utsman Ada fenomena baru akhir-akhir ini dalam dunia dakwah. Yaitu tampilnya penceramah-penceramah yang konsen berceramah tentang akhir zaman. Di mana saja ia diundang selalu mengangkat tema yang sama yaitu tentang akhir zaman, ciri-ciri kiamat, Imam Mahdi, perang dunia dan sebagainya. Lalu apa yang menarik dari fenomena ini? ternyata fenomena ini berkaitan dengan ulama besar Banten, Syekh Abdul Karim. Dulu diakhir abad 19, ketika rakyat Banten dalam masa sulit; hidup dalam kemiskinan; bencana alam dan kelaparan melanda; Penjajah Belanda menaikan pajak yang tinggi; sementara para menak menampakan hidup yang penuh kemewahan, Syekh Abdul Karim, ulama asal Tanara, cucu Pangeran Sunyararas, menggelorakan semangat nativisme dan chauvanisme untuk menggerakan rakyat Banten menuntut keadilan kepada pihak penjajah. Yang menarik, cara yang ditempuhnya mirip dengan fenomena yang sekarang terjadi di Indonesia. Perbedaannnya adalah dulu Syekkh abdul Karim menggunakannya untu

BIOGRAFI SYEKH TUBAGUS MA'MUN BANTEN, MUSNID AL-QUR'AN INDONESIA

Gambar
Oleh Imaduddin Utsman Syekh Tubagus Ma’mun lahir di Kaloran, Serang, Banten tahun 1872. Tidak ditemukan data mengenai tanggal dan bulan kelahirannya. Ayahnya bernama Tubagus Rafiuddin yang dijuluki masyarakat sekitar dengan nama Ki Banjir. Julukan Ki Banjir ini karena suaranya yang indah ketika mengumandangkan adzan sehingga jama’ah yang mendengar adzannya langsung membanjiri Masjid Kaujon tempat ia mengumandangkan adzan. Ibunya bernama Ratu Thoyyibah bin Tubagus Qolyubi yang berasal juga dari Serang. Pada tahun 1873 ayah dan ibunya menunaikan ibadah haji, ma’mun kecil-pun dibawa serta ke Tanah Suci,  kemudian setelah selesai menunaikan ibadah haji mereka tinggal di Makkah Al Mukarromah. Pada tahun 1880 ibundanya wafat di Makkah. Pada umur duabelas tahun, Ma’mun sudah berhasil menghafal Al-Qur’an. Gurunya dalam Al-Qur’an adalah Syekh Syarbini Al-Dimyati. Selain belajar Al-Qur’an, Ma’mun juga belajar ilmu lainnya kepada para ulama di sana, diantaranya, Syekh Abdul Hamid Naz