JANAZAH COVID-19 HARUS TETAP DIMULYAKAN
JANAZAH COVID-19 HARUS TETAP DIMULYAKAN
Oleh KH. Imaduddin Utsman
Kewajiban menjaga kehormatan seorang manusia ketika sudah meninggal sama dengan kewajiban menjaga kehormatannya ketika masih hidup. Allah memuliakan manusia melebihi makhluk yang lain yang Ia ciptakan.
Allah berfirman:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. [al-Isrâ`/17:70]
Menyakiti jasad manusia yang telah meninggal sama hukumnya dengan menyakiti jasadnya ketika masih hidup. Nabi Muhammad saw. bersabda:
كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا
“Memecahkan tulang mayit sama saja hukumnya dengan memecahkan tulangnya ketika ia masih hidup”. (H.R. Abu Dawud)
Menjaga kehormatannya setelah meninggal dilakukan dengan memenuhi kewajiban seorang muslim untuk memandikan, mengkafani, mensholatkan dan menguburkannya dengan memenuhi sarat yang ditetapkan dalam hukum Islam.
Hal-hal yang disebutkan di atas hukumnya fardlu kifayah, artinya ketika sudah ada orang yang melakukannya maka yang muslim yang lain tidak berdosa, tetapi bila tidak ada yang melaksanakannya maka seluruh muslim dihukumi berdosa.
Sebagian dari memuliakan mayit juga mensegerakan menguburkannya, karena mayit itu terdiri dari dua keadaan: yang pertama mayit yang selama hidup melaksanakan yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangannya, untuk mayit yang seperti ini mensegerakan mengguburkannya adalah lebih baik agar ia segera bertemu dengan janji pahala yang diamalkannya; yang kedua adalah mayit yang selama hidup tidak menjalankan perintah Allah dan sering melakukan yang dilarang Allah, untuk mayit yang semacam ini maka tidaklah baik kita berlama-lama bersama nya. Nabi bersabda:
أَسْرِعُوا بِالْجِنَازَةِ فَإِنْ تَكُ صَالِحَةً فَخَيْرٌ تُقَدِّمُونَهَا وَإِنْ يَكُ سِوَى ذذَلِكَ فَشَرٌّ تَضَعُونَهُ عَنْ رِقَابِكُمْ
“Segerakanlah dalam membawa jenazah. Karena, apabila jenazah itu orang shalih maka kalian telah berbuat baik untuknya. Sedangkan jika jenazah itu bukan orang baik maka agar kalian segera meletakkan benda jelek dari pikulan kalian”. [H.R. al-Bukhâri].
Kewajiban menghormati mayit menurut Islam dapat dibaca pula dari hadits Nabi tentang ketika seseorang bertemu dengan janazah yang sedang dibawa menuju makam maka kita dianjurkan untuk berdiri sampai janazah itu lewat atau telah letakan.
Nabi Muhammad saw. bersabda:
إِذَا رَأَيْتُمْ الْجَنَازَةَ فَقُومُوا لَهَا حَتَّى تخَلفَكُمْ أَوْ تُوضَعَ
“Apabila kalian melihat janazah maka berdirilah untuknya sampai ia lewat atau diletakan”. (H.R. Muslim)
Pada musim wabah virus corona atau Covid-19 ini, banyak dari penderita yang dinyatakan positif terinveksi virus tersebut meninggal dunia, mayat mereka tentu masih mengandung virus tersebut, lalu beredarlah di medsos fatwa seorang ulama yang bernama Buya Yahya bahwa mayat mereka tidak mengapa tidak dimandikan dan tidak disolatkan.
Di Kendari, Sulawesi Tenggara, ada keluarga pasien yang meninggal, memaksa membuka janazah penderita Covid-19 dan tidak mau mengikuti standar pemulasaran janazah dari Rumah Sakit.
Penulis fikir ini semua karena adanya fatwa dan berita yang berseliweran di medsos bahwa korban meninggal Covid-19 tidak dimandikan lagi. Lalu bagaimana pandangan penulis tentang masalah ini? apakah sudah memenuhi sarat korban meninggal Covid-19 boleh tidak dimandikan?
Menurut penulis, korban meninggal Covid-19 belum gugur bagi kaum muslimin untuk memandikannya, karena jenis virus Covid-19 menurut para ahli medis, bisa mati dengan cairan disinfektan bahkan hanya dengan sabun. Ditambah cara penularan virus ini bukan melalui udara tapi melalui media tertentu yang tanpa menyentuh media itu kita tidak akan tertular, jikapun menyentuh kalau kita langsung mencuci tangan dengan disinfektan atau sabun maka virus ini akan mati, lalu dimana mudaratnya?
Jika ketika pasien itu masih hidup para petugas medis dapat menyentuhnya dengan APD standar, seharusnya hal yang sama bisa dilakukan dalam pemandian janazah. Penulis fikir, fatwa yang harus diikuti oleh pemerintah dalam pemulasaran janazah Covid-19 adalah fatwa yang dikeluarkan oleh Lembaga Bahtsul Masail NU, yaitu masihnya wajib memandikan mayat Covid-19. Ditambah pertimbangan sosiologi masyarakat kita yang menaruh perhatian besar dalam cara pengurusan janazah.
Adanya sosialisasi dari pemerintah bahwa proses pemulasaran janazah sangat memperhatikan faktor syariah akan membuat ketenangan kepada keluarga korban. Kurangnya sosialisasi semacam itu dikhawatirkan akan membuat korban Covid-19 enggan melapor dan enggan ditangani di Rumah Sakit karena takut jika ia sampai meninggal janazahnya tidak ditangani secara syariat Islam.
Apalagi ada kabar di medsos bahwa makamnya tidak boleh dekat dengan penduduk harus minimal berjarak 500 meter dan sebagainya, tentunya ini akan menambah ketakutan dimasyarakat. Banyak masyarakat kita yang mempunyai makam keluarga disekitar rumah mereka, atau pemakaman umum yang disitu telah dimakamkan orang-tua atau keluarga mereka yang lain, mereka ingin dimakamkan di tempat yang sama. Apakah memang janazah Covid-19 itu bisa menularkan virus walau sudah dimakamkan? Mana alasan medis-akademisnya? Dengan adanya berita yang simpang siur membuat mereka takut dan ujung dari semua itu adalah terhambatnya usaha kita semua agar wabah virus ini segera berakhir.
Semoga wabah corona ini segera selesai dan yang terpapar positiv diberi kesembuhan oleh Allah dan bangsa Indonesia akan kembali bangkit jauh lebih baik dari sebelumnya.
Komentar
Posting Komentar