MEMANGGIL NABI MUHAMMAD SAW, NINGSIH TINAMPI TIDAK SESAT!



Oleh KH. Imaduddin Utsman (Pengasuh Ponpes NU Kresek-Banten, Wakatib PWNU Banten, Penasihat GMNU Banten)



Ningsih Tinampi akhir-akhir ini menjadi perbincangan publik. Sosoknya yang selama ini sudah popular dikalangan masyarakat terutama mereka yang memerlukan pertolongan dari praktik pengobatannya, kini naik tingkat menjadi perbincangan para ulama dan pejabat. Pernyataanya yang viral di media sosial melalui akun youtubnya, ketika ia mengobati salah seorang pasiennya, bahwa ia memanggil para malaikat dan para Nabi bahkan Rasulullah Muhammad SAW, melahirkan pro dan kontra ditengah masyarakat. Bahkan sebagian tokoh masyarakat sudah ada yang memvonisnya sesat.

Lalu bagaimana sebenarnya pandangan penulis terhadap masalah ini?

Pokok masalah Ningsih ini adalah memanggil malaikat dan para Nabi, apakah hal demikian ada yurisprudensinya dalam hukum Islam atau tidak?

Para ulama Nahdiyyin yang akrab dengan tawassul tentu tidak akan gegabah menyatakan pernyataan Ningsih yang mengaku memanggil malaikat dan Nabi itu sesat. Memanggil itu satu hal dan datangnya itu hal yang lainnya. Kita bahas dulu apakah boleh kita memanggil Nabi Muhammad SAW dan  malaikat lalu meminta pertolongannya untuk terkabulnya hajat kepada Allah SWT?

Tulisan ini bukanlah tulisan yang akan menanggapi orang-orang wahhabi yang menyatakan tawassul sesat, karena itu sudah final lemahnya dalil-dalil wahabi akan haramnya tawassul. Tetapi tulisan ini lebih kepada untuk mengingatkan warga Nahdiyyyin akan ajaran NU yang erat kaitannya dengan fonomena Ningsih ini, agar warga Nahdiyyin tidak mudah memberikan pernyataan negatif  tentang Ningsih yang justru akan menjadi bumerang terhadap ajaran ke-NU-an sendiri.

Memanggil Nabi Muhammad SAW dalam ajaran NU itu hal yang sangat popular. Setiap kesempatan apalagi malam jum’at, warga NU memanggil-manggil Nabi Muhammad SAW dengan panggilan seakan Nabi Muhammad SAW hadir di hadapan mereka. “Ya Rasulullah Salam alaika, Ya Rafia’syani waddaroji, Ya Rasulallah kami mengucapkan salam untukmu, Ya rasulallah wahai manusia yang tinggi keadaan dan derajatnya”. Demikian salah satu contoh kalimat panggilan warga NU untuk Rasulullah SAW. dan semua ulama tidak ada yang mengatakan panggilan ini bermasalah secara hukum agama.

Panggilan kepada Rasulullah SAW setelah Rasul wafat-pun dilakukan oleh para sahabat Nabi, seperti hadits  di bawah ini:

أَصَابَ النَّاسَ قَحْطٌ فِي زَمَنِ عُمَرَ ، فَجَاءَ رَجُلٌ إِلَى قَبْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، اسْتَسْقِ لِأُمَّتِكَ فَإِنَّهُمْ قَدْ هَلَكُوا ، فَأَتَى الرَّجُلَ فِي الْمَنَامِ فَقِيلَ لَهُ : " ائْتِ عُمَرَ فَأَقْرِئْهُ السَّلَامَ، وَأَخْبِرْهُ أَنَّكُمْ مسْقِيُّونَ وَقُلْ لَهُ : عَلَيْكَ الْكَيْسُ ، عَلَيْكَ الْكَيْسُ "، فَأَتَى عُمَرَ فَأَخْبَرَهُ فَبَكَى عُمَرُ ثُمَّ قَالَ : يَا رَبِّ لَا آلُو إِلَّا مَا عَجَزْتُ عَنْهُ .

"Terjadi kemarau pada masa kekhalifahan Sayidina Umar ra. Maka seorang laki-laki mendatangi makam Nabi Muhammad SAW, maka lalu ia berkata: Ya Rasulallah, mintakan (kepada Allah) hujan bagi umatmu, karena sesungguhnya mereka sudah hancur, maka kemudian nabi mendatangi laki-laki tersebut di dalam mimpi, maka dikatakan kepadanya, “datangilah Umar sampaikan salam dariku, dan khabarkan kepadanya bahwa kalian akan segera diberi hujan, dan katakan kepadanya siapkan ponjen, siapkan ponjen!, maka laki-laki itu mendatangi Umar lalu menceritakan kejadian tersebut, lalu umar menangis dan berkata, “Ya Tuhan aku tidak kembali kecuali apa yang aku tak mampu melakukannya”.



Hadis ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam al Dalail, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf, Al Bukhari dalam Al Tarikh Al Kabir, Ibnu Asakir dalam Al Tarikh.

Menurut Syekh Zaini Dahlan (w.1304), guru Syekh Nawawi Al Bantani, dalam kitabnya Al Durar Al Saniyyah, hadits ini diriwayatkan dengan sanad yang shohih dan menjadi dalil bahwa bertawassul dengan Nabi Muhammad SAW, setelah wafatnya beliau dengan memanggil namanya itu dicontohkan oleh para sahabat Nabi. (Al Durar Al Saniyah, h. 10, Daar al Syafaqah, Istambul).

Begitu pula dalam kitab Al Burdah karya Imam Al Busyiri, ia mengatakan, “Wahai semulyanya makhluk, tidak ada selainmu (manusia) yang aku mintai perlindungan ketika terjadinya berbagai macam bencana yang menimpa”. (Majmu’ah al Maulid wa Al Ad’iya, hal.142, Matba’ah ma’mur Grafika, Semarang).

Adapun memohon pertolongan kepada malaikat untuk melakukan sesuatu maka ini tidak dimungkinkan dikarenakan malaikat hanya melakukan apa yang diperintahkan Allah SWT kepadanya. (Q.S. At-Tahrim: 6).

Adapun memanggil dan berbicara dengan malaikat Allah, penulis belum menemukan dalil tentang boleh dan tidaknya, kecuali dari kitab-kitab do’a yang dikarang para ulama tentang do’a dan istigosyah. Misalnya dalam kitab Al-Sirr Al Jalil, kitab yang di nisbahkan kepada Abi Hasan Asyadzili disebutkan tentang permohonan kepada Allah SWT dengan mewiridkan ayat tertentu, lalu Allah SWT mengirimkan malaikat untuk menyapa  dan memenuhi permohonan orang yang mewiridkan ayat tersebut. (Al Sirr Al Jalil, hal. 8, tt. tp. tk).

Berbeda jika ia memohon kepada Allah SWT agar Allah menurunkan malaikatnya untuk menolongnya, maka hal demikian tidaklah termasuk meminta kepada malaikat, tetapi tetap dihitung meminta kepada Allah SWT dan hal yang demikian sudah barang tentu di bolehkan.

Semoga tulisan sederhana ini dapat sekedar menjadi alat bagi kita untuk berhati-hati dalam menetapkan seseorang sesat. Kasus Ningsih Tinampi, walaupun penulis tidak berani  mengatakan sesat, tetapi hendaklah yang bersangkutan  berhati-hati untuk tidak terjebak didalam tipuan Iblis dan syetan, dan hendaklah ia selalu berkonsultasi dengan para kiayi setempat agar wahbah (pemberian) Allah SWT yang diberikan Allah SWT kepadanya untuk bisa menolong sesama dengan pengobatannya tidak membawanya kepada kesombongan dan kemusyrikan. Wallahu A’lam bi Al Showwab.

Komentar