SULTAN ABUL MAFAKHIR MAHMUD ABDUL QADIR



Oleh Imaduddin Utsman

NAMA DAN KELUARGA SULTAN ABUL MAFAKHIR

Nama kecilnya adalah Mahmud. Ayahnya adalah Maulana Muhammad bin Maulana Yusuf bin Maulana Hasanuddin. Jadi ia adalah buyut dari Maulana Hasanuddin, Raja Banten pertama. Ibunya adalah Nyai Ratu Wanagiri. Ia menggantikan ayahnya menjadi raja Banten dengan gelar Pangeran Ratu ing Banten. Kemudian mendapat gelar sultan dari Syarif Zaed Makkah dengan gelar Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Qodir. Ia memerintah Kesultanan Banten mulai dari 23 Juni  1596 sampai tahun 1651. Ia mulai di nobatkan menjadi raja pada usia lima bulan dari kelahirannya karena ayahnya gugur di medan perang. Untuk menjalankan. pemerintahan diangkatlah wali raja sekaligus mangkubumi. Tercatat wali raja untuk Sultan Abul Mafakhir ada empat orang secara berurut, yang pertama Jayanegara kemudian digantikan adik Jaya negara (namanya tidak diketahui) kemudian digantikan oleh ibunda sultan langsung (Nyai Ratu Wanagiri) , kemudian yang paling lama adalah Aria Ranamanggala. Ia memerintah secara mandiri pada umur 28 tahun tepatnya pada tahun 1624 setelah Aria Ranamanggala mengundurkan diri karena sakit.

Sultan Abul Mafakhir mempunyai anak 41 orang, yaitu: Sulthan Abul Ma’ali Ahmad, Pangeran Aria Banten, Pangeran Manduraraja, Pangeran Aria Jaya Santika, Ratu Salamah, Ratu Dewi, Ratu Ayu, Ratu Mirah, Pangeran Suda Manggala, Pangeran Rana Manggala, Ratu Belimbing, Ratu Gedong, Pangeran Kidul, Ratu Dalem, Ratu Lor, Pangeran Seminingrat, Ratu Kidul, Pangeran Aria Wiratmaka, Pangeran Aria Danuwangsa, Pangeran Aria Prabangsa, Pangeran Aria Wirasuta, Ratu Gading, Ratu Pandan, Pangeran Wirasmara, Ratu Sandi, Pangeran Aria Jayaningrat, Ratu Citra, Pangeran Aria Adiwangsa, Pangeran Aria Sutakusuma, Ratu Hafsah, Ratu Pojok, Ratu Pacar, Ratu Bangsal, Ratu Ratmala, Ratu Hasanah, Ratu Husaerah, Ratu Kelumpuk, Ratu Jiput, Ratu Wuragil.

SULTAN PERTAMA DI NUSANTARA YANG MENDAPAT GELAR DARI MAKKAH

Pada tahun 1636 Syarif Zaid Mekah dengan otorisasi Kesultanan Utsmaniyah memberikan pengesahan gelar Sultan kepada Pangeran Ratu ing Banten Mahmud  beserta sang putra mahkota, Pangeran Pekik, yang menjadikannya sebagai Raja Islam di Nusantara yang pertama kali resmi menggunakan gelar Sultan. Pangeran Ratu diberi gelar Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Qodir, sedangkan Pangeran Pekik diberi gelar Sultan Abul Ma’ali Ahmad. Gelar ini dibawa utusan Banten yang juga penguasa Tangerang, Raden Aria Wangsakara, yang setelah haji bergelar Imam haji Wangsaraja, dan Raden Aria Jaya Santika, yang setelah haji kemudian bergelar Haji Jaya Santa.

Pemberian gelar putra Mahkota dengan Sultan agaknya untuk mempermudah persiapan suksesi bila sesuatu terjadi kepada Sultan Abul Mafakhir, mengingat jauhnya jarak antara Banten dan Makkah. Sayang pangeran Pekik wafat sebelum Sultan Abul Mafakhir. Akhirnya ketika Sultan Abul Mafakhir wafay ia digantikan oleh cucunya yaitu Sultan Tirtayasa bin Pangeran Pekik Abul Ma’ali.

SULTAN YANG ANTI KOMPROMI DENGAN KOMPENI

Sultan Abul Mafakhir dikenal dengan sikapnya yang anti kompromi dengan VOC. Keinginan VOC untuk melakukan monopoli perdagangan lada di Banten merupakan sumber konflik antara Banten dan VOC, karena sultan Abdulmufakhir menolak mentah-mentah kemauan VOC tersebut yang hendak memaksakan monopoli perdagangan. Dengan semakin kuatnya kedudukan VOC di Batavia sejak 1619, konflik antara kedua belah pihak kian memuncak. VOC menerapkan blokade terhadap pelabuhan niaga Banten dengan melarang dan mencegat jung-jung dari Cina dan perahu-perahu dari Maluku yang akan berdagang ke pelabuhan Banten. Blokade ini mengakibatkan pelabuhan Banten menjadi tidak berkembang sehingga mendorong orang-orang Banten untuk memprovokasi VOC. Tindakan ini dibalas oleh VOC dengan melakukan ekspedisi ke Tanam, Anyer, dan Lampung. Bahkan Kota Banten sendiri berkali-kali diblokade. Situasi ini mendorong terjadinya perang antara Banten dan VOC pada bulan November 1633. Enam tahun kemudian, kedua belah pihak menandatangani perjanjian perdamaian meskipun selama dua dasawarsa berikutnya hubungan mereka tetap tegang.

SULTAN YANG INTENSIF BERDIPLOMASI

Pada masa pemerintahannya, Sultan Abdulmafakhir telah mulai secara intensif melakukan hubungan diplomasi dengan kekuatan lain yang ada pada waktu itu, di antaranya kepada Raja Inggris, James I tahun 1605 dan tahun 1629 kepada Charles I. Selain itu, dia juga mengutus beberapa pembesar istana ke Mekkah pada tahun 1633. Utusan ini dipimpin oleh Labe Panji,  Raden Aria Tisna jaya Santika dan Raden Aria Wangsakara. Dalam rombongan ini ikut pula Pangeran Pekik sebagai wakil ayahnya, sambil menunaikan ibadah haji.

SULTAN YANG MENCINTAI ULAMA

Di kisahkan bahwa Sultan Abul Mafakhir sangat memperhatikan para ulama bahkan ia mengeluarkan anggaran yang cukup banyak untuk penyalinan naskah-naskah kitab-kitab ulama. Di samping ia sendiri dikenal juga sebagai pencari ilmu yang tekun. Setiap bada magrib Sultan membaca kitab kepada para pengghuni kraton. Ketika Raden Aria Wangsakara datang dari Makkah ia membawakan beberapa kitab dari Makkah untuk Sultan Abul Mafakhir, di antaranya kitab Al Insan Kamil karya Al Jili, kitab ini ditulis oleh Raden Aria Wangsakara ketika di Makkah. Kitab yang lainnya adalah kitab Al Mawahib Al Rabbaniyah lil asilah al jawiyah karya Ibnu Alan.

SULTAN YANG MENJAGA PERSAUDARAAN

Ketika Cirebon yang sedang dikuasai Mataram dipaksa melakukan penyerangan ke Banten, kemudian terjadi pertempuran di Tanara dan dimenangkan pasukan Banten, para tentara Cirebon yang berbendera Mataram itu dihabisi tanpa ampun oleh pasukan Banten. Namun ketika di laporkan kepada sultan Abul Mafakhir bahwa pasukan yang tewas itu bukan tentara Mataram tetapi tentara Cirebon, Sultan Abul Mafakhir tampak bersedih dan memerintahkan Raden Aria Wangsakara untuk ke Tanara dan mengurus seluruh janazah pasukan Cirebon dengan hormat.

Sekian.

Komentar