PROF. DR. TITI PUJIASTUTI TENTANG RADEN ARIA WANGSAKARA




RANGKUMAN BUKU RADEN ARIA WANGSAKARA (Penulis DR. Mufti Ali, Ph.D)
========================================

Oleh Prof Dr Titik Pudjiastuti (Sejarawan UI)

disampaikan pada Seminar dan Bedah Buku Raden Aria Wangsakara, Aston Cengkareng Tangerang, 23 Desember 2019.

Buku ini merupakan Biografi seorang Tokoh Sufi dari Tangerang Banten.

Tiga hal pokok yang dikemukakan dalam buku ini adalah :

1. Menginfomasikan siapa Aria Wangsakara.
2. Mengemukakan peran Aria Wangsakara Banten pada Abad 17 saat Banten berjuang melawan hegemoni Belanda yang ingin menguasai Banten.
3. Mengisahkan keadaan dan peperangan yang terjadi di Banten pada abad 17 dengan Sumedang,  Trunojoyo, Mataram,  dan perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa Melawan Kompeni Belanda.

JATI DIRI DAN ASAL USUL

Dijelaskan secara runtut bahwa Raden Aria Wangsakara atau Raden Aria Wangsaraja lahir di Sumedang pada sekitar tahun 1615 dari garis ayah beliau keturunan dari Malaka,  Malaysia, Gunung Jati Cirebon, dan Sumedang. sedangkan dari garis ibu keturunan Pucuk Umum dan Sumedang.

Keluarganya; Istrinya 3 anaknya 7

-  Istri Pertama, Nyi Mas Nurmala atau Nyi Mas Sara, putri Bupati Karawang, anaknya 2: Raden Yudanegara dan Raden Reksanegara
- Istri Kedua, Ratu Maemunah, Putri bangsawan Banten , Kyai Tubagus Idham yang berasal dari Tanara,  mempunyai 1 anak ; Raden Wiranegara (Cili Wulung).
- Istri Ketiga ; Nyi Ratu Zakiah, anak dari Ratu Salamah , putri Sultan Banten Abul Mafakhir, mempunyai 4 anak perempuan; Nyi Ratu Ratna Sukaesih, Nyi Ratu Wira Sukaesih, Nyi Ratu Sukaedah  dan Nyi Ratu Kara Supadmi.

Pada sekitar th 1628, beliau pindah ke Banten karena tidak mau tinggal di Sumedang yang dikuasai Belanda dan Mataram.

Aria Wangsakara dikenal dengan bermacam macam gelar seperti Pangeran Aria, Raden, atau Imam Banten.

Aria Wangsakara wafat pada masa konfrontasi Banten melawan Belanda, saat Banten berada dalam situasi kurang menyenangkan akibat Sultan Haji (putra Sultan Ageng Tirtayasa) yang berada dibawah pengaruh VOC menghendaki kekuasaan yang masih dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa.

Pada tanggal 15 Agustus 1681 wafat dan dimakamkan di Bale Kambang, Lengkong,  Pagedangan Tangerang.

Peninggalan Seni:

1. Penulisan Iluminasi mushaf al quran dan kaligrafi untuk kitab-kitab agama Islam masih diteruskan oleh keturunannya hingga kini sehingga kampung lengkong dijuluki "Kampung Kaligrafi Lengkong".

Aksi Sosial

Salah satunya adalah menyantuni anak yatim dan para janda perangsecara rutin (paririmbon).

Informasi Lain

1. Aria Wangsakara juga dikenal dengan nama Wangsaraja

2. Penyebutan Wangsaraja disebut dalam naskah Sejarah Banten , tertulis di pupuh 36, 37, 43 dan 58.

3. Dalam pupuh  36 (megatruh) disebutkan bahwa Mas Wangsaraja adalah cucu Dipati Ukur yang dikirim ke Banten untuk minta bantuan melawan Mataram.

4. Dalam pupuh 37 (sinom) atas usul Wangsadipa Pangeran Abul Mafakhir (Raja Banten) mengutus Lebe Panji, Demang Tisnajaya dan Mas Wangsaraja ke Mekah dengan membawa tiga buku; Morkum, Muntahi dan Wujudiyah untuk meminta penjelasan dan arti ketiga buku tersebut kepada Sultan Mekah. Raja Banten juga memberi hadiah berupa pala, cengkeh dan kasturi untuk Sultan Mekah yang bernama Syarif Jahed (Syarif Zaid).

5. Pupuh 39 (Asmarandana ) berisi uraian tentang penerimaan utusan di Mekah, hadiah diterimanya sebagai balasan Sultan Mekah memberi hadiah bendera Nabi Ibrahim, dan Kiswah penutup Kabah serta arti dan penjelasan tentang 3 buku  yang dibawa utusan. Pemberian Sultan kepada Raja Banten, Pangeran Abullah Kadir menjadi Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdulkadir dan Putranya Pangeran Pekik menjadi Sultan Abul Ma'ali Ahmad.

6. Pupuh 43 (Sinom). sepulangnya dari Mekah, Sultan Banten Abul Mafakhir Mahmud Abdulkadir memberi gelar Haji kepada Mas Wangsaraja atau Kyai Mas Haji Wangsaraja.

7. Pupuh 58 (Pamgudangseta). Kiai Haji Mas Wangsaraja, Kiai Demang Narapaksa, Wira paksa,  Demang Suradiparmagati dan lain-lainnya memimpin pasukan Banten ke Tangerang untuk bertahan dan melawan Belanda.

PERANANNYA

- Ditugaskan menjadi kepala pembangunan hunian baru di Lengkong, Sumedang dan diberi gelar Aria.

- Diutus ke Mekah oleh Sultan Banten, Abul Mafakhir th 1636 untuk menghadap Sultan Mekah, Syarif Zaid bin Muhsin.

- Kepiawaian dan pengabdiannya mengajarkan ilmu ilmu agama pada masyarakat membuat Sultan Ageng Tirtayasa memberinya gelar Imam (th 1651).

- ditugaskan menjaga Tangerang dari serangan Belanda.. Aria Wangsakara mengangkat Tumenggung Kidang sebagai penguasa daerah Kunciran dan Tajur Kulon, Tangerang.

- Aria Wangsakara diangkat Sultan Ageng Tirtayasa sebagai pemimpin perang melawan VOC yang berlangsung pada tahun 1658-1659 di Tangerang (tertulis dalam Sejarah Banten pupuh 58).

- Aria Wangsakara menjadi penasehat dan melarang Rangga Gempol III, Bupati Sumedang untuk bersekutu dengan Belanda, karena akan membahayakan Banten. Aria Wangsakara melaporkan keadaan kepada Sultan Ageng, dan karenanya ia kemudian diperintahkan untuk menyerang Sumedang, Aria Wangsakara diperintahkan menyerang dari darat dan Sultan Ageng dari Laut.

Komentar