SYIAH DI UTARA WAHABI DI SELATAN NU DI ARAH KIBLAT
Oleh: Imaduddin utsman
Pertarungan dua qutub firqoh Islam, Syi'ah dan wahabi, telah menyisakan, bukan hanya corak sinisme yang kental di dunia Islam, tetapi merambat kepada perebutan pengaruh politik dan persaingan penyebaran ajaran doktrinal kepada mayoritas dunia islam.
Syiah dan wahabi berhadap-hadapan bukan hanya semenjak kemunculan firqoh wahabi, tetapi ajaran wahabi sebagai turunan ajaran kaum nawashib sejak kemunculannya telah menjadikan Syiah sebagai musuh utama.
Efek perang siffin telah menjadikan umat Islam betul betul terpolarisasi oleh ketidak puasan, di satu sisi, kepada ketamakan berkuasa yang terbingkai oleh penuntutan akan balaspati kematian Utsman bin Affan, di sisi lain, kepada keputusan bijaksana yang terlalu mengalah dalam suasana perang dari seorang Ali bin Abi Tholib yang dinilai tidak tepat.
Bahwa sebelum perang shiffin polarisasi itu telah ada itu benar, tapi relatif gejolaknya dapat diredam. Peristiwa pengangkatan Abu Bakar ra sebagai khalifah, Siti Fathimah yang berselisih faham dengan Abu Bakar sempat membuat kaum muslimin terbelah, tapi kebijaksanaan dan kewibawaan keluarga nabi dan sahabatnya dapat menjadikan api itu menyusut padam.
Tidak demikian yang terjadi setelah perang shiffin, gejolak yang terjadi rupanya di luar batas toleransi nalar mereka baik yang pro atau kontra Ali bin Abi talib kw atau yang tidak pro atau kontra Ali tapi menentang Muawiyah ra.
Yang setuju keputusan Ali kw untuk arbitrase dengan Muawiyah kemungkinan besar adalah mereka yang memang sejak peristiwa pengangkatan Abu Bakar ra sebagai khalifah mereka menyatakan yang lebih berhak menjadi khalifah adalah Ali kw. Bisa dikatakan mereka adalah para pecinta dan pembela keluarga Nabi dalam semua hal setelah masa wafatnya Nabi. Untuk waktu kemudian mereka di kenal dengan kaum Syi'ah.
Sementara yang tidak setuju dengan Ali kw ketika arbitrase dengan Muawaiyah adalah mereka yang setuju dengan pembaiatan Abu Bakar ra.dan Umar ra. Menurut kelompok ini Ali kw telah memutuskan sepihak perundingan disaat kemenangan sudah ada di depan mata. Mereka menyatakan mosi tidak percaya kepada Ali kw dan menyatakn sebagai orang orang yang keluar dari barisan Ali kw (khawarij). Untuk selanjutnya kaum khawarij ini bermetamorfosa menjadi golongan yang ekstrim dalam mengklaim kebenaran sampai Ali kw dan Muawiyah ra di cap sebagai kafir. Bahkan tak segan segan kahwarij menggunakan tindakan radikal untuk mengamalkan kyakinannya.
Selain dari dua kelompok ini adalah orang orang yang menyerahkan urusan kepada Allah Swt tidak mendukung secara prontal dua arus golongan khawarij maupun Syi'ah. Mereka terdiri dari para pendukung Muawiyah ra yang merasa diuntungkan dengan terbelahnya kekuatan pendukung Ali kw. Selain pendukung Muawiyah ra, kaum ini adalah mereka yang berdiri di tengah arus arus yang bertentangan merekalah yang menjadi penyeimbang kaum muslimin yang tengah bergejolak dan jumlah mereka adalah mayoritas.
Sebenarnya para pendukung Muawiyah ra dan khawarij berasal dari satu pemahaman bahwa Abu Bakar ra dan Umar ra sah menjadi khalifah. Termasuk kekhalifahan Utsman ra dan Ali kw. Mereka berbeda pendapat ketika Utsman ra terbunuh dan Ali kw diangkat menjadi khalifah. Mereka menuntut kepada Ali kw untuk segera menghukum pembunuh Utsman ra. Namun Ali kw membutuhkan waktu untuk menetralisir keadaan kaum muslimin sebelum mengadili tindakan pemberontak yang membunuh Utsman ra.
Ketidakpuasan mereka dalam menuntut keadilan atas kematian utsman ra kemudian merambat menjadi aksi tuntutan mundurnya Ali kw sebagai khalifah untuk digantikan Muawiyah ra.
Maka dapat dikatakan bahwa pendukung Muawiyah ra dan khawarij berasal dari satu ideologi awal yaitu bahwa tidak ada wasiyat Nabi kepada Ali untuk menggantikannya sebagai khalifah setelah wafatnya. Kaum ini kemudian disebut oleh orang Syi'ah sebagai kaum nawashib, adalah singular dari prular nasibah yang artinya penentang golongan Syi'ah atau pengusung khalifah pengganti Nabi dari selain Ali kw.
Sementara mayoritas kaum muslimin tidak terlalu mau ikut campur jauh dalam dinamika politik. Mereka beranggapan bahwa segala sesuatu itu telah ditakdirkan Allah swt pasti ada hikmah yang terbaik dibalik segala apa yang terjadi.
Mereka sangat mencintai keluarga Nabi dan keturunannya tapi tetap memulyakan seluruh sahabat dan menghormati Muawiyah ra sebagai sahabat Nabi yang tentu dulu banyak berjasa kepada penyebaran islam.
Dalam konteks kekinian, steorotipe pemikiran pendukung Ali kw dengan bermacam tingkatanya diwakili oleh golongan Syiah. Sementara golongan Nawashib diwakili oleh wahhabi dan khawarij diwakili oleh golongan radikalis.
Sementara mayoritas umat islam yang tidak terjebak politik praktis kala itu diwakili oleh golongan ahlussunnah waljamaah. Di antara para pengklaim ahlussunah dewasa ini Nahdlatul Ulama adalah yang paling sesuai untuk dikatakan sebagai arus pemikiran yang tidak gampang menghakimi dan mengklaim kebenaran hanya untuk dirinya. NU adalah kaum moderat yang relatif bisa diterima oleh siapa saja.
NU sangat mencintai keluarga Nabi, bisa dilihat dari tradisi maulid dan marhabanan. NU juga memulyakan sahabat Abu Bakar ra dan Umar bin khattab ra, dapat dibuktikan dari nama khalifah yang empat yang banyak menghiasi masjid masjid Nahdliyyin.
Komentar
Posting Komentar